Setelah sepuluh, dua puluh atau tiga puluh tahun menjadi seorang isteri dan ibu, apakah banyak perubahan positif berlaku dalam hidup mak-mak atau tiada apa peningkatan yang ketara?
Dulu hidup miskin kena jimat belanja, sekarang tak tahan iklan online, ramai pula jadi kaki shopping. Akhirnya bertambah miskin akibat hutang.
Dulu tak berilmu, dapat jugalah bersabar sekarang semakin tua semakin jahil, degil, kurang sabar.
Dulu kasar perangai sekarang berjaya mendapat anak yang kurang ajar.
Dulu tak hormat suami, sekarang kongkong dera mentalnya biar dia terencat sekali.
Dulu solat tak sempurna, sekarang langsung tak buat lagi. Tambah dosa dengan tak puasa juga.
Dulu pakai baju kurung, sekarang baju seksi.
Dulu ada masanya menangis ingat mati. Sekarang tak sempat nak ingat mati sebab sibuk kejar kehidupan duniawi.
Dulu dan kini, ada apa dengan kita sekarang?
Usah Lupa.. Takkan Terlepas Dari Penilaian Allah
Pada awal tahun kita cuba berazam baru, mencari semangat dan motivasi lebih segar daripada tahun-tahun yang lepas. Ramai orang beranggapan jika mahu berjaya, mereka tidak perlu menoleh ke belakang.
Tapi kenapa orang-orang hebat, menulis kembali perjalanan hidupnya dan diabadikan dalam buku-buku biografi mereka?
Mengapakah kita pula takut mengorek kenangan lalu? Janganlah korek sampai luka kembali berdarah. Pandang saja bekas luka itu.
Dan sapu dengan keinsafan sambil beringat ke dalam diri bahawa kita pernah melakukan kesilapan dan luka itu menjadi bukti bahawa kita memiliki kecacatan yang perlu diperbaiki.
Bagaimana perasaan kita jika menerima buku itu nanti di akhirat, apakah seperti seorang tokoh yang sedang membaca biografinya sendiri?
Atau tersenyum menikmati jutaan pujian dan tahniah atas kejayaannya yang ditumpahkan tinta-tinta bermakna dalam muka surat-muka surat yang dibayar mahal?
Tokoh yang tersenyum menikmati kisah yang baik-baik saja sehingga hampir tiada cacat, pengarangnya menjadi seolah-olah Tuhan Yang Maha Tahu tentang nilai diri tokoh itu.
Padahal aibnya sengaja tidak ditulis, cacat karakternya di’mekap’ secantik mungkin dan kejahatannya dilupakan begitu saja.
Tidak mungkin kita boleh terlepas daripada Sang Penilai yang Maha Halus perhitungannya. Yang tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur sentiasa memerhati diri kita 24 jam sehari tanpa kurang sedetikpun.
“Allah Tiada Tuhan selainnya, Yang Maha hidup lagi Maha Mengatur urusan makhluk, MilikNya segala yang di langit dan di bumi, tiada siapapun yang mampu memberi pertolongan melainkan dengan izinNya, Dia Maha Mengetahui apa yang di hadapan dan di belakang mereka dan tiada yang mengetahui ilmuNya melainkan atas kehendakNya. (Ayatul kursi)
Telah tertutup tirai tahun kelmarin, berganti dengan hari-hari di tahun baru, tapi Tuhan kita tetap memerhati, mencatat dan mengabadikannya dalam kitab amalan.
Sedar tak sedar berpuluh tahun sudah usia kehidupan, sebelum kitab kita dipenuhi dosa eloklah beringat betapa sempitnya masa yang kita ada. Kisah benar paling tragik haraplah tidak terjadi pada diri, pada hari manusia akan ternganga:
“Dan diletakkan kitab lalu kamu akan melihat orang-orang berdosa ketakutan dengan apa yang tertulis di dalamnya dan mereka berkata: aduhai celakanya kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak pula yang besar melainkan ia mencatat semuanya. Dan mereka dapati apa yang mereka kerjakan ada tertulis. Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun.” (Surah al-Kahfi ayat: 49)
Buku Catatan Amalan
Bagaimana keadaan orang yang menerima kitabnya di akhirat nanti? Apakah gembira seperti tokoh politik membaca buku biografinya atau amat seronok seperti kita membaca surat cinta? Tidak!
Bahkan semua insan akan berdiri di atas lutut, pucat ketakutan sambil menangisi apa yang telah disesalkan.
Allah SWT berfirman: “Dan pada hari itu kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk melihat buku catatan amalannya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-Jaathiyat ayat: 28)
Buku itu berisi kisah malam-malam yang kita lalui, apakah kita isi dengan tangisan dalam sujud yang panjang tika bertahajud atau leka berhibur sampai ke pagi?
Ia juga berkisah tentang suara hati kita, apakah sentiasa berbaik sangka dengan Allah ataukah membenci takdirNya?
Tak terkecuali rentetan-rentetan pengalaman kita hidup bersama orang-orang di sekeliling, ayah dan ibu. Apakah mereka gembira memiliki diri kita atau bahkan mereka menahan sakit hati kerana kederhakaan anaknya?
Begitu juga manusia lain yang mengenali, apakah mereka telah dizalimi atau disantuni? Bagaimana dengan amanah harta dan ilmu, amanah anak-anak dan kerjaya, amanah menjadi isteri atau suami, sudahkah kita menunaikan hak-hak mereka?
Allah tidak pernah meninggalkan secebis pun kenangan yang pernah kita buat sedangkan sehelai daun yang gugur pun Dia mencatat! Ya Allah tolonglah kami mengisi kisah panjang bernama kehidupan dengan amal soleh semata-mata mengharap Engkau kasihan!
Penulis : Dato Dr Haji Juanda Jaya & Datin Shanti Achmad Ramly, Perunding Undang-undang Keluarga Islam merupakan kolumnis ruangan Keluarga Sakinah majalah Mingguan Wanita
Lubuk konten tentang inspirasi, rumah tangga dan macam-macam lagi,
MINGGUAN WANITA kini di seeNI, download seeNI sekarang!
KLIK DI SEENI